Polisi Berhati Mulia Rela Jual Motor Demi Bangun Rumah Reyot Warga Miskin di Sukaraja Sukabumi

(Foto : Istimewa)

Sukabumi |SKS - Di tengah derasnya arus kehidupan modern yang sering kali membuat manusia abai pada sekitar, sebuah kisah menyentuh hati datang dari pelosok Kampung Bunisari, Desa Langensari, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi. Seorang anggota polisi berpangkat Aiptu menunjukkan arti sesungguhnya dari pengabdian dan kemanusiaan: ia rela menjual sepeda motor pribadinya demi membantu membangun rumah layak huni untuk pasangan suami istri miskin, Sobari (55) dan Yuli (48).

Kisah ini bermula dari sebuah peristiwa sederhana. Pada suatu sore, hujan deras mengguyur kawasan Sukaraja. Sang Aiptu, yang bertugas di wilayah hukum Polres Sukabumi Kota, terpaksa berteduh di sebuah rumah reyot di tepi jalan kampung. Atap rumah bocor, dinding rapuh, dan lantai yang becek membuat siapa pun akan merasa miris. Dari perbincangan singkat dengan pemilik rumah, Yuli, terungkaplah kisah getir kehidupan keluarga tersebut—bertahun-tahun hidup di rumah hampir roboh, dengan penghasilan yang hanya cukup untuk sekadar makan.

“Ya, waktu itu saya kehujanan dan berteduh di rumah Bu Yuli. Kondisinya sangat tidak layak untuk ditempati dan setelah mendengar ceritanya, hati saya tidak bisa tenang. Saya ceritakan ke istri, dan alhamdulillah beliau mendukung saya untuk membantu,” tutur sang polisi, Rabu (17/09/2025).

Tidak ingin menunda, ia membuat keputusan yang bagi sebagian orang terbilang luar biasa. Motor pribadinya dijual seharga Rp5 juta. Uang itu dipakai untuk memulai pembangunan rumah baru bagi Sobari dan Yuli. Bagi keluarga miskin tersebut, lima juta rupiah bukan sekadar angka—melainkan cahaya harapan yang selama ini tak pernah berani mereka impikan.

“Hingga saat ini pembangunan masih berjalan secara bertahap. Insya Allah saya akan membantu sampai rumahnya benar-benar layak huni,” tambahnya penuh tekad.

Sang Aiptu menyadari, rumah itu tak akan pernah masuk program bantuan pemerintah lantaran berdiri di atas lahan milik PTPN. Namun niat tulusnya jauh lebih besar daripada alasan birokrasi. Ia memilih tetap menyalurkan dana secara bertahap, memastikan keluarga itu bisa tinggal dengan aman, tanpa khawatir atap runtuh di musim hujan.

Di sisi lain, Sobari yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot, hanya bisa menahan haru. Pendapatannya yang pas-pasan selama ini habis untuk makan bersama istri dan empat anaknya. Impian memperbaiki rumah hanyalah angan jauh sebelum hadirnya sang polisi berhati mulia.

“Kalau bukan karena beliau, mungkin rumah kami tetap begini selamanya,” ucap Sobari dengan mata berkaca-kaca.

Hal serupa diungkapkan Yuli. Dengan suara bergetar, ia menyebut kebaikan itu sebagai keajaiban yang Allah SWT hadirkan di tengah himpitan kesulitan.

“Penghasilan suami tidak menentu, untuk makan saja kami sudah syukur. Kami tidak pernah membayangkan ada orang yang begitu peduli. Alhamdulillah, Allah mengirimkan penolong lewat bapak polisi ini,” kata Yuli sambil menitikkan air mata.

Kisah ini bukan sekadar cerita tentang seorang aparat yang membantu rakyat kecil. Lebih dari itu, ia adalah pengingat bahwa di balik seragam, pangkat, dan tugas negara, masih ada hati yang bergetar ketika melihat penderitaan sesama.

Di Sukaraja, hari itu, seorang polisi berpangkat Aiptu mengajarkan kepada banyak orang bahwa kemanusiaan tidak mengenal batas. Ia bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga menegakkan nilai kasih sayang, gotong royong, dan kepedulian. Sebuah teladan nyata, bahwa kebaikan sekecil apa pun bisa mengubah hidup seseorang—bahkan sebuah keluarga miskin yang hampir kehilangan harapan.

Sumber : Bharindo/Hery

Lebih baru Lebih lama