![]() |
Tampak Julaeha bersama orangtuanya. |
Wahyu/Red
KOTA SUKABUMI, Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) menjadi peristiwa keprihatinan bagi Siti Julaeha (6 tahun) asal warga Kota Sukabumi.
Di usianya yang akan beranjak ke 7 tahun ini, ia belum bisa bersekolah. Lantaran, terhambat dengan identitas kependudukan. Masalah ekonomi keluarga, terlebih dengan kondisi ibunya sudah satu tahun lebih menderita penyakit pernafasan.
Diketahui, Siti Julaeha merupakan anak kedua dari dua bersaudara, pasangan suami istri dari Hoerudin dan Silvi Lolita berdomisili di jalan Sikib Cijangkar, RT.01, RW.01, Kelurahan Citamiang, Kota Sukabumi.
Saat ditemui Kontrakannya keluarga Siti, tampak keluarganya tinggal di rumah kontrakan bangunan 2 meter persegi samping Rel Kereta Api Cijangkar.
Nampak melihat rumah kontrakannya kondisinya sangat memprihatinkan, Mereka tinggal di ruang sempit, sumpeuk dan tidak layak. Selain itu juga ibunya dan kakaknya Siti mengalami sakit TB bahkan anak lelakinya pun belum bisa berbicara.
Profesi ayah dari Siti sebagai pengepul barang bekas atau rongsokan. Bahkan Siti juga kerap ikut bersama ayahnya untuk mencari rongsokan untuk membantu ekonomi keluarga.
Hoerudin mengatakan bahwa anaknya bernama Siti Julaeha tidak bisa sekolah karena sering ikut bersama dirinya mengumpulkan barang-barang bekas atau rongsokan. Selain itu juga kondisi ibunya yang sakit hampir setahun lebih, sehingga tidak bisa mengurus anaknya, Minggu (4/5/25)
"Iya, Siti ikut nyari rongsok untuk berobat mamah ke rumah sakit. Alami penyakit TBC sudah 1 tahun. Dia gak ikut tiap hari," kata Hoerudin saat ditemui PenaKu.ID di rumah kontrakannya, Jumat (2/5/2025).
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa biasanya Siti kalau ikut mencari barang bekas, ia sering mengumpulkan botol bekas air minum kemasan dan mendapatkan hasil penjualannya untuk membantu keluarganya.
"Ya, kadang ikut muter-muter nyari botol bekas botol minuman plastik, kaleng. Hasilnya ia dapat Rp20 ribu. Sebelum ibunya sakit TB, Siti dan kakaknya tinggal di rumah. sambil berjualan buka warung kecil.
Hoer juga menjelaskan bahwa sebelumnya Siti itu pernah bersekolah, namun sekolahnya berhenti sejak ibunya sakit, sehingga sering ikut ayahnya mencari barang bekas.
"Mah, pada saat Mamanya sakit gak keurus lah berhenti sekolahnya. Dan kini Siti ingin Sekolah lagi," jelasnya.
Selain itu sambung Hoer, semenjak nikah dengan Silvi belum mengurus perubahan data kependudukan Kepala Keluarga (KK) dan akta kelahiran anaknya.
"Kalau saya berasal dari Kecamatan Kadudampit, sedangkan Silvi berdomisili di Kota Sukabumi. hingga sekarang belum di urusan karena beda wilayah, saya di Cijagung Kecamatan Kadumaput, sementara Istri dari wilayah Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi," tandasnya.
Salah seorang warga Sukabumi yang berempati terhadap Siti Julaeha, Muhammad Sayyid Agil mengungkapkan, saat ini dirinya tengah berkoordinasi dengan pihak pemerintahan desa di Kadudampit untuk membantu perpindahan kependudukan Hoerudin ke Kota Sukabumi.
"Saat ini karena memang secara administrasi kependudukan antara ayah dan ibunya Siti berbeda. Ini sedang ditempuh Insya Allah dalam waktu dekat bisa selesai agar bisa didaftarkan di sekolah," ucapnya.
"Tempat tinggalnya Siti saat ini ada di kota di daerah Tipar secara domisili. Nanti secara alamat resmi warga Tipar tinggal di Jalan Sikib," tutupnya.
Kisah Julaeha, seorang anak yang tidak bisa bersekolah selama 6 tahun karena masalah identitas, menunjukkan betapa pentingnya akses terhadap dokumen kependudukan yang sah.
Masalah ini tidak hanya dialami oleh Julaeha, tetapi juga oleh banyak anak lainnya di Indonesia yang menghadapi kesulitan serupa.
Upaya untuk menyelesaikan masalah ini dapat dilakukan melalui:
- Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya dokumen kependudukan
- Fasilitasi pengurusan dokumen kependudukan bagi masyarakat yang tidak memiliki identitas
- Kerjasama antara pemerintah dan lembaga terkait untuk memastikan akses pendidikan bagi semua anak
Kisah Julaeha dapat menjadi contoh kasus yang perlu diperhatikan dan diatasi untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.